Langsung ke konten utama

Rote,Kabupaten Selatan Indonesia


Lama sudah saya tak bercerita kembali di blog ini. Baiklah kali ini saya akan menyapa kembali dengan tulisan ala-ala travel blogger yang sedang hits dan mungkin juga sedang saya khayalkan saat ini. Setelah saya kembali dari perjalanan panjang saya di Kabupaten Ngada dan menikmati kembali Kota Kupang tempat tinggal tercinta di pertengahan bulan Desember 2014. Saya berkantor selama kurang lebih seminggu dan kemudian mendapatkan jatah libur natal. Saya sudah merencanakan liburan ini sejak jauh-jauh hari dan kali ini saya tidak berjalan sendiri seperti biasanya, ada seorang partner yang rela terbang dari sebelah barat demi menemui dan berjalan bersama saya :)

Setelah merayakan natal, kami berjalan menuju Pelabuhan Tenau dengan menumpangi taksi. Di kupang, taksi adalah mobil pribadi yang siap kita telepon kapan saja dan menetapkan tarif per jam atau tujuan. Biasanya sekitar 70-80 ribu untuk 1 tujuan. Kami menumpang kapal cepat Express Bahari dengan harga Rp 140.000 menuju Pelabuhan Baa, Rote pukul 09.00. Perjalanan ditempuh selama kurang lebih 2 jam dengan mengarungi Selat Pukuafu yang terkenal cukup ganas dan disebut sebagai segitiga Bermuda NTT. Kami tiba di Baa pukul 11.30 dan berjalan santai sambil dikerumuni oleh tukang ojek. Saya yang sejak awal hanya bermodal keyakinan bahwa nanti akan ada motor sewaan yang bisa kami gunakan. Setelah nego dengan seorang kaka nyong supir bemo yang berjanji akan meminjamkan motor adiknya, akhirnya disepakati kami akan membayar 200 ribu hingga esok hari, walaupun kami belum tahu bagaimana bentuk motornya. Kami kemudian menaiki bemo nya dan bertemu dengan kaka nyong pemilik motor Jupiter MX yang akan disewakan, transaksi pun dimulai dan motor berpindah tangan. Kami menuju sebuah warung makan di Baa dan memesan ayam goreng dengan rasa yang sangat biasa dan kemudian hujan deras pun turun maka kami hanya bisa menunggu dengan pasrah hingga hujan reda.
Di Kapal Express Bahari Kupang-Rote
Kehujanan di Ba'a


Setelah hujan reda, kami memulai perjalanan nekat dengan menelusuri Kota Ba’a dan sempat terjadi drama salah arah. Seseorang berteriak, “Salah jalur Om!” Hahahaha. Ternyata perjalanan Ba’a menuju Nemberala memakan waktu hingga 1 jam dan sepanjang perjalanan mata dimanjakan oleh padang savanna yang saat itu sedang berwarna serba hijau karena di musim hujan dan juga sapi-sapi yang sedang merumput. “Rasanya seperti berada di luar Indonesia”, begitu ucap si partner traveling saya saat itu.Ohh ya harap berhati-hati di sepanjang jalan suka ada babi-babi iseng yang nyebrang seenaknya. Kami pun memasuki desa Nemberala dan melihat sebuah gapura yang sudah lapuk bertuliskan “Selamat datang di Desa Nemberala” dan berusaha mencari-cari dimanakah lokasi penginapan Anugerah yang telah saya pesan sebelumnya. Saya sempat salah memasuki sebuah penginapan dan ternyata letak Anugerah memang agak sulit ditemukan dari pinggir jalan. Untuk harganya biasanya kita bisa nego dan berkisar 300-500rb per orang karena sudah termasuk makan 3 kali.

Pantai Nemberala di Hotel Anugerah


Kami menikmati pantai Nemberala dan debur ombak yang sangat saya rindukan. Pantainya berpasir putih dan sangat lembut tetapi sayangnya saat musim hujan seperti itu ada banyak daun rumput laut dan sampah yang terbawa. Sungguh menenangkan dan baru kali itu saya benar-benar terbebas dari pekerjaan dan merasakan libur yang sesungguhnya. Lelah bermain-main dengan ombak, saya sempat menyaksikan gradasi sunset yang luar biasa indahnya ketika jingga, merah, biru dan ungu menyatu dalam sebuah peristiwa senja yang mengagumkan. Ya, selain senja yang mengagumkan, ternyata masih ada juga babi yang ikutan nongkrong di tepi pantai :)

Sunset di Nemberala

Asu ngaso di atas pasir

Esok pagi, sebelum sarapan kami menyempatkan diri berkeliling menuju Pantai Boa namun di pagi hari seperti itu kami hanya melihat pantai yang sedang surut tanpa ombak berkejar-kejaran. Namun kami sempat mampir ke sebuah pantai dengan karang menjulang yang kami tidak tahu namanya dan tempat itu sangat indah, kami sempat melihat mama-mama yang sedang mengumpulkan rumput laut di pagi hari. Kami kembali lagi ke penginapan untuk sarapan dan langsung berkemas untuk kembali menuju Ba’a dan akan pulang. Di Nemberala kami sempat mampir untuk mengisi bensin dengan harga 11 ribu per liter, sungguh dengan sangat berat hati mengeluarkan uang tetapi kami harus maklum mengingat semua kebutuhan disini masih disuplai dari Kupang. Perjalanan kembali ke Ba’a kami tempuh dalam waktu kurang dari 1 jam dan kami mencari-cari Batu Termanu yang berada di dekat pantai baru. Kami sempat terkena drama bernama hujan dan akhirnya menemukan batu besar tersebut. Katananya kedua batu itu adalah pasangan laki-laki dan perempuan sehingga bentuknya mirip dengan alat kelamin. Tapi hingga saat ini saya belum menemukan kemiripannya dan yang manakah batu nona atau batu nyong itu? Mohon bantuannya.
Pasir putih dan halus di Pantai Boa
Pantai yang tidak diketahui namanya
Batu Termanu yang misterius



Kami pun kembali menuju Pelabuhan Ba’a dan harus mengantri berdesak-desakan di loket pelabuhan sebelum menaiki kapal kembali ke Kupang. Dua hari semalam di Rote sepertinya belum cukup untuk menjelajah, saya memang sudah mengunjungi pantai-pantai tetapi belum mempelajari budaya, tenun, kerajinan dan melihat pembuatan gula. Ohh ya tandanya saya harus kembali berkunjung kesana. Sampai jumpa pulau selatan Indonesia…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kerja di NGO, Ngapain Aja?

Empat tahun bekerja di Non Government Organization alias Lembaga Non Pemerintah pastinya telah mengubah banyak hal dalam diri saya, tetapi rasanya setiap bertemu orang baru pasti muncul beberapa pertanyaan yang sama. Oke, saya akan menuliskan beberapa pertanyaan umum yang harus kamu jawab dan jelaskan mengenai status pekerjaan mu. Kiranya bisa menjawab beberapa pertanyaan yang sering mampir ke saya atau jika berkenan mungkin bisa menjadi referensi untuk menjelaskan pekerjaan mu saat ini. 1.               Itu kerjanya ngapain aja? Buanyaakkk, tergantung project, fokusnya, visi misi, Programme Goal, Outcome, Output . Bekerja di NGO pastinya merespon suatu isu sosial, nahh namanya isu social pasti luaaasss sekali. Setelah itu tanyakan saja “Fokus Programnya apa?” Disitu akan muncul istilah pemberdayaan masyarakat, lingkungan, anak, gender, imigran, buruh, pertanian, perikanan, udara, dll. Intinya bekerja di NGO itu men support masyarakat/kaum marjinal atau bahkan pemerintah untuk

Perjalanan di Bawah Laut Kupang

Saya mengingat ketika di akhir tahun 2014, sejenak sebelum berpindah ke tahun 2015 saya sempat mencoba menuliskan resolusi di tengah kesendirian menikmati malam tahun baru sembari mengintip warna-warni kembang api dari jendela kamar. Ada beberapa hal yang saya tuliskan, jujur itu hanya terbersit tiba-tiba dan saya hanya menuliskannya di sebuah aplikasi catatan di HP saya yang masih berusia 3 bulan pada saat itu. Tanpa disangka 3 bulan kemudian HP itu rusak akibat kecerobohan saya saat pergi ke Pulau Kera, Kupang. Bukan tercebur air laut tetapi malah ketumpahan sebotol penuh air mineral di dalam tas saya saat berada di perahu. Beberapa bulan setelah kejadian HP rusak, saya pergi bersama teman jalan terbaik saat itu mencari informasi mengenai spot snorkeling di Kupang mulai dari bertanya ke instagram, komunitas di facebook hingga mendatangi Polairud Kupang demi impian snorkeling. Akhirnya kami menemukan komunitas snorkeling dan ikut snorkeling pagi ataupun sore di tempat itu. Saya j

Tentang Sebuah Pekerjaan

Berapa lama kah saya tidak kembali mem posting sesuatu di blog? TIDAK TERHITUNG. Saya ingat terakhir kali menulis tentang skripsi dan kelulusan saya, mungkin itu tahun lalu. Di tahun 2014 apa saja yang telah terjadi? BANYAK, saya akan menuliskan perjalanan saya menemukan pekerjaan. Suatu hal yang saya idamkan sedari lulus kuliah, yaitu PEKERJAAN. Sebelumnya saya selalu berpikir bahwa kelak setelah dinyatakan lulus oleh universitas, saya akan segera menemukan pekerjaan dengan standar gaji ideal yang tersusun dalam benak seorang freshgraduate. Ternyata tidak semudah itu kawan, bangku kuliah belum memberikan beberapa SKS berjudul “REALITA”. Tapi itu tidak masalah, ketika kuliah kita memang diajarkan untuk berpikir ideal dan mengkonstruksi standar sebatas pengetahuan kita, ketika lulus orang-orang akan menyambut dengan ucapan, “Selamat datang di kehidupan nyata…” Cukup lama waktu yang saya jalani dengan berstatus pengangguran, 8 bulan saya berusaha menemukan pekerjaan dari penuh s